2010/12/31

Inti Ajaran Islam: Iman, Islam, dan Ihsan

Oleh : OktaVie

Pokok ajaran Islam ada 3, yaitu: Iman, Islam dan Ihsan. Dasarnya adalah hadits sebagai berikut:

Pada suatu hari kami (Umar Ra dan para sahabat Ra) duduk-duduk bersama Rasulullah Saw. Lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian putih. Rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda bekas perjalanan. Tidak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. Kedua kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw, seraya berkata, “Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam.” Lalu Rasulullah Saw menjawab, “Islam ialah bersyahadat bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu.” Kemudian dia bertanya lagi, “Kini beritahu aku tentang iman.” Rasulullah Saw menjawab, “Beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada Qodar baik dan buruknya.” Orang itu lantas berkata, “Benar. Kini beritahu aku tentang ihsan.” Rasulullah berkata, “Beribadah kepada Allah seolah-olah anda melihat-Nya walaupun anda tidak melihat-Nya, karena sesungguhnya Allah melihat anda. Dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang Assa’ah (azab kiamat).” Rasulullah menjawab, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang bertanya.” Kemudian dia bertanya lagi, “Beritahu aku tentang tanda-tandanya.” Rasulullah menjawab, “Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.” Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu Rasulullah Saw bertanya kepada Umar, “Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?” Lalu aku (Umar) menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Rasulullah Saw lantas berkata, “Itulah Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian.” (HR. Muslim)

a. Rukun Iman 6 Perkara

Iman adalah keyakinan kita pada 6 rukun iman. Islam adalah pokok-pokok ibadah yang wajib kita kerjakan. Ada pun Ihsan adalah cara mendekatkan diri kita kepada Allah.

Tanpa iman semua amal perbuatan baik kita akan sia-sia. Tidak ada pahalanya di akhirat nanti:

” Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apapun…” [An Nuur:39]

” Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” [Ibrahim:18]

Iman ini harus dilandasi ilmu yang mantap sehingga kita bisa menjelaskannya kepada orang lain. Bukan sekedar taqlid atau ikut-ikutan.

Sebagaimana hadits di atas, rukun Iman ada 6. Pertama Iman kepada Allah. Artinya kita meyakini adanya Allah dan tidak ada Tuhan selain Allah. Di bab-bab berikutnya akan dijelaskan secara rinci tentang hal ini.

Rukun Iman yang kedua adalah iman kepada Malaikat-malaikat Allah. Kita yakin bahwa Malaikat adalah hamba Allah yang selalu patuh pada perintah Allah.

Rukun Iman yang ketiga adalah beriman kepada Kitab-kitabNya. Kita yakin bahwa Allah telah menurunkan Taurat kepada Musa, Zabur kepada Daud, Injil kepada Isa, dan Al Qur’an kepada Nabi Muhammad. Namun kita harus yakin juga bahwa semua kitab-kitab suci di atas telah dirubah oleh manusia sehingga Allah kembali menurunkan Al Qur’an yang dijaga kesuciannya sebagai pedoman hingga hari kiamat nanti.

”Maka kecelakaan yng besar bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, dengan maksud untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan.” [Al Baqarah:79]

Kita harus meyakini kebenaran Al Qur’an dan mengamalkannya:

”Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” [Al Baqarah:2]

Rukun Iman yang keempat adalah beriman kepada Rasul-rasul (Utusan) Allah. Rasul/Nabi merupakan manusia yang terbaik yang pantas dijadikan suri teladan yang diutus Allah untuk menyeru manusia ke jalan Allah. Ada 25 Nabi yang disebut dalam Al Qur’an yang wajib kita imani di antaranya Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad.

Karena ajaran Nabi-Nabi sebelumnya telah dirubah ummatnya, kita harus meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi terakhir yang harus kita ikuti ajarannya.

” Muhammad bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…” [Al Ahzab:40]

Rukun Iman yang kelima adalah beriman kepada Hari Akhir (Kiamat/Akhirat). Kita harus yakin bahwa dunia ini fana. Suatu saat akan tiba hari Kiamat. Pada saat itu manusia akan dihisab. Orang yang beriman dan beramal saleh masuk ke surga. Orang yang kafir masuk neraka.

Selain kiamat besar kita juga harus yakin akan kiamat kecil yaitu mati. Setiap orang pasti mati. Untuk itu kita harus selalu hati-hati dalam bertindak.

Rukun Iman yang keenam adalah percaya kepada Takdir/qadar yang baik atau pun yang buruk. Meski manusia wajib berusaha dan berdoa, namun apa pun hasilnya kita harus menerima dan mensyukurinya sebagai takdir dari Allah.

b. Rukun Islam 5 Perkara

Ada pun rukun Islam terdiri dari 5 perkara. Barang siapa yang tidak mengerjakannya maka Islamnya tidak benar karena rukunnya tidak sempurna.

Rukun Islam pertama yaitu bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Asyhaadu alla ilaaha illallaahu wa asyhaadu anna muhammadar rasuulullaah. Artinya kita meyakini hanya Allah Tuhan yang wajib kita patuhi perintah dan larangannya. Jika ada perintah dan larangan dari selain Allah, misalnya manusia, yang bertentangan dengan perintah dan larangan Allah, maka Allah yang harus kita patuhi. Ada pun Muhammad adalah utusan Allah yang menjelaskan ajaran Islam. Untuk mengetahui ajaran Islam yang benar, kita berkewajiban mempelajari dan mengikuti ajaran Nabi Muhammad.

Konsekwensi dari 2 kalimat syahadat adalah kita harus mempelajari dan memahami Al Qur’an dan Hadits yang sahih (minimal Kutuubus sittah: Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, An Nasaa’i, dan Ibnu Majah) dan mengamalkannya.

Rukun Islam kedua adalah shalat 5 waktu, yaitu: Subuh 2 rakaat, Dzuhur dan Ashar 4 raka’at, Maghrib 3 rakaat, dan Isya 4 raka’at. Shalat adalah tiang agama barang siapa meninggalkannya berarti merusak agamanya.

Rukun Islam ketiga adalah puasa di Bulan Ramadhan. Yaitu menahan diri dari makan, minum, hubungan seks, bertengkar, marah, dan segala perbuatan negatif lainnya dari subuh hingga maghrib.

Rukun Islam keempat adalah membayar zakat bagi para muzakki (orang yang wajib pajak/mampu). Ada pun orang yang mustahiq (berhak menerima zakat seperti fakir, miskin, amil, mualaf, orang budak, berhutang, Sabilillah, dan ibnu Sabil) berhak menerima zakat. Zakat merupakan hak orang miskin agar harta tidak hanya beredar di antara orang kaya saja.

Rukun Islam yang kelima adalah berhaji ke Mekkah jika mampu. Mampu di sini dalam arti mampu secara fisik dan juga secara keuangan. Sebelum berhaji, hutang yang jatuh tempo harus dibayar dan keluarga yang ditinggalkan harus diberi bekal yang cukup. Nabi berkata barang siapa yang mati tapi tidak berhaji padahal dia mampu, maka dia mati dalam keadaan munafik.

c. Ihsan Mendekatkan Diri kepada Allah

Ada pun Ihsan adalah cara agar kita bisa khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Kita beribadah seolah-olah kita melihat Allah. Jika tidak bisa, kita harus yakin bahwa Allah SWT yang Maha Melihat selalu melihat kita. Ihsan ini harus kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga jika kita berbuat baik, maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika terbersit niat kita untuk berbuat keburukan, kita tidak mengerjakannya karena Ihsan tadi.

Orang yang ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya.

Itulah sekilas pokok-pokok dari ajaran Islam. Semoga kita semua bisa memahami dan mengamalkannya. Insya Allah dalam bab-bab selanjutnya beberapa hal di atas akan dibahas lebih rinci lagi.

Syarat Pendidik

BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan pendidikan islam mempunyai beberapa faktor yang dapat mempengaruhinya, di antaranya pendidik yang selain sebagai nara sumber, pendidik harus bertanggung jawab kepada pendidikan.
Adapun persyaratan-persyaratan menjadi pendidik dalam Pendidikan Islam juga mempengaruhi perkembangan peserta didik. Karena, pendidik sangat menentukan kemajuan peserta didiknya.
Oleh karena itu, untuk menjadi pendidik yang baik dan ideal harus bisa menguasai keterampilan-keterampilan dalam mendidik. Keterampilan dan tugas sebagai peran pendidik. Karena, komponen pendidikan di antaranya pendidik dan peserta didik. Adapun pendidik sangat mempengaruhi perkembangan peserta didik.





















BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendidik
Pendidik, dalam kontek pendidikan Islam disebut dengan murabbi, muallim dan muaddib. Kata atau istilah murabbi yang orientasinya lebih mengarah pada pemeliharaan, baik bersifat jasmani maupun rohani, sedangkan untuk istilah muallim pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas ilmu pengetahuan dari seorang yang tahu kepada seorang yang tidak tahu. Begitu juga dengan muaddib untuk mengistilahkan seorang pendidik.
Sedangkan secara terminologi, pendidik merupakan kewajiban yang dipikulkan kepada orang yang telah dewasa. Kewajiban itu pertama-tama bersifat personal, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan dirinya sendiri. Kemudian bersifat sosial, dalam arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pendidikan orang lain. Hal ini tercermin dalam Firman Allah sebagai berikut:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu daripada neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka, dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan-Nya.” (QS At-Tahrim: 6)
Berbeda dengan gambaran tentang pendidik pada umumnya, pendidik Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Pendidik dalam pendidikan Islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Sedangkan yang menyerahkan tanggung jawab dan amanat pendidikan adalah agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama, sementara yang menerima tanggung jawab dan amanat adalah setiap orang dewasa.
Para pakar menggunakan rumusan yang berbeda tentang pendidikan:
a. Moh. Fadhil al-Djamil menyebutkan, bahwa pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar yang dimiliki oleh manusia.
b. Marimba mengartikan pendidik sebagai orang yang memikul pertanggung-jawaban sebagai pendidik, yaitu manusia dewasa yang karena hak dan kewajibannya bertanggung jawab tentang pendidikan peserta didik.
c. Sutari Imam Barnadib mengemukakan, bahwa pendidik adalah setiap orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai kedewasaan peserta didik.
d. Zakiah Daradjat berpendapat bahwa pendidik adalah individu yang akan memenuhi kebutuhan pengetahuan, sikap dan tingkah laku peserta didik.
e. Ahmad Tafsir mengatakan bahwa pendidik dalam Islam sama dengan teori di Barat, yaitu siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik.
Di Indonesia pendidik disebut juga guru yaitu “orang yang digugu dan ditiru”. Menurut Hadari Nawawi, guru adalah orang-orang yang kerjanya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaan masing-masing.
Di dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dibedakan antara pendidik dengan tenaga kependidikan. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widya iswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Syarat Guru dalam Pendidikan Islam
Soejono (1982: 63-65) menyatakan bahwa syarat guru adalah sebagai berikut:
a. Tentang umur, harus sudah dewasa
Tugas mendidik adalah tugas yang amat penting karena menyangkut perkembangan seseorang, jadi menyangkut nasib seseorang. Oleh karena itu, tugas itu harus dilakukan secara bertanggung jawab. Itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang telah dewasa; anak-anak tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. Di negara kita, seseorang dianggap dewasa sejak ia berumur 18 tahun atau dia sudah kawin. Menurut ilmu pendidikan adalah 21 tahun bagi lelaki dan 18 tahun bagi perempuan. Bagi pendidik asli, yaitu orang tua anak, tidak dibatasi umur minimal bila mereka telah mempunyai anak, maka mereka boleh mendidik anaknya. Diihat dari segi ini, sebaiknya umur kawin adalah 21 bagi lelaki dan minimal 18 bagi perempuan.
b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
Jasmani yang tidak sehat akan menghambat pelaksanaan pendidikan bahkan dapat membahayakan anak didik bila mempunyai penyakit menular. Dari segi rohani, orang gila berbahaya juga bila ia mendidik. Orang idiot tidak mungkin mendidik karena ia tidak akan mampu bertanggung jawab.
c. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli
Ini penting sekali bagi pendidik, termasuk guru. Orang tua di rumah sebenarnya perlu sekali mempelajari teori-teori ilmu pendidikan. Dengan pengetahuannya itu diharapkan ia akan lebih berkemampuan menyelenggara-kan pendidikan bagi anak-anaknya di rumah.Seringkali terjadi kelainan pada anak didik disebabkan oleh kesalahan pendidikan di dalam rumah tangga.
d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi
Syarat ini amat penting dimiliki untuk melaksanakan tugas-tugas mendidik selain mengajar. Bagaimana guru akan memberikan contoh-contoh kebaikan bila ia sendiri tidak baik perangainya? Dedikasi tinggi tidak hanya diperlukan dalam mendidik selain mengajar; dedikasi tinggi diperlukan juga dalam meningkatkan mutu mengajar.
Syarat-syarat itu adalah syarat-syarat guru pada umumnya. Syarat-syarat itu dapat diterima dalam Islam. Akan tetapi, mengenai syarat pada butir dua, yaitu tentang kesehatan jasmani, Islam dapat menerima guru yang cacat jasmani, tetapi sehat. Untuk guru di perguruan tinggi, misalnya, orang buta atau cacat jasmani lainnya dapat diterima sebagai tenaga pengajar asal cacat itu tidak merintangi tugasnya dalam mengajar.
Munir Mursi (1977: 97), tatkala membicarakan syarat guru kuttab (semacam sekolah dasar di Indonesia), menyatakan syarat terpenting bagi guru dalam Islam adalah syarat keagamaan. Dengan demikian, syarat guru dalam Islam ialah sebagai berikut:
1) Umur, harus sudah dewasa
2) Kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani
3) Keahlian, harus menguasai bidang yang diajarkannya dan menguasai ilmu mendidik (termasuk ilmu mengajar)
4) Harus berkepribadian Muslim
Secara operasional, syarat umur dapat dibuktikan dengan memperlihatkan akta kelahiran atau tanda pengenal sah lainnya; syarat kesehatan dibuktikan dengan memperlihatkan keterangan dokter; syarat keahlian dapat dilihat pada ijazah atau keterangan sah lainnya; dan syarat agama secara sederhana dapat dibuktikan dengan memperlihatkan kartu penduduk atau keterangan lainnya. Mengenai syarat “dedikasi tinggi” yang disebut oleh Soejono agaknya sulit dibuktikan.
Dalam pengelolaan sekolah-sekolah Islam adakalanya yayasan pengelola memerlukan guru, tetapi guru yang beragama Islam tidak tersedia. Misalkan saja sekolah Muhammadiyah memerlukan lima orang guru matematika, sedangkan pelamar yang beragama Islam hanya dua. Dalam hal ini boleh diambil guru matematika yang kurang ahli, tetapi beragama Islam. Bila yang seperti ini juga tidak ada, sekurang-kurangnya dengan alasan terpaksa, dan itu untuk sementara.
Perlu dicatat di sini bahwa menggunakan guru yang beragama non-Islam di sekolah Islam, sekalipun dengan alasan terpaksa, adalah kebijakan yang berisiko tinggi.
Pemilihan guru di sekolah-sekolah Islam seringkali kurang memperhatikan syarat keahlian. Kadang-kadang syarat keahlian dikalahkan oleh pertimbangan mazhab fikih. Umpamanya, sekolah Muhammadiyah kadang-kadang lebih menyenangi guru yang berorganisasi Muhammadiyah, sekalipun kurang ahli daripada guru yang berorganisasi Nahdlatul Ulama yang berkeahlian lebih tinggi, padahal Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sama-sama organisasi Islam. Agaknya kebiasaan ini perlu dihilangkan dengan cara mengubah paham tentang mazhab dalam Islam. Bila orang Islam berpendapat bahwa semua mazhab benar, maka dengan sendirinya kebiasaan itu akan hilang. Akan tetapi, mengubah pandangan tentang mazhab bukanlah hal yang mudah. Saya mempunyai alasan untuk menduga bahwa kira-kira 10 tahun lagi pandangan orang Islam tentang mazhab akan mengalami perubahan yang cukup mendasar; sekarang gejalanya sudah mulai tampak.
3. Keterampilan yang harus Dikuasai Pendidik
Adapun keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai oleh pendidk, di antaranya:
a. Mengetahui karakter murid
b. Guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya
c. Guru harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.
Al-Ghazali menjelaskan tugas pendidik, yang dapat disimpulkan dengan ilmu yang diajarkannya.
a. Mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan kewajibannya
Al-Ghazali mengatakan: “Adapun syarat bagi seorang guru, ia layak menjadi ganti Rasulullah saw, dialah sebenar-benarnya alim (berilmu, intelektual). Tetapi tidak mesti tiap orang-orang yang alim itu layak menempati kedudukan sebagai pengganti Rasul saw itu”
Dengan demikian, seorang guru hendaknya menjadi wakil dan pengganti Rasulullah saw yang mewarisi ajaran-ajarannya dan memper-juangkan dalam kehidupan masyarakat di segala penjuru dunia, demikian pula harus mencerminkan ajaran-ajarannya, sesuai dengan akhlak Rasulullah.
b. Menjadi teladan bagi anak didik
Al-Ghazali mengatakan:
“Seorang guru itu harus mengamalkan ilmunya, lalu perkataannya jangan membohongi perbuatannya. Karena sesungguhnya ilmu itu dapat dilihat dengan mata hati. Sedangkan perbuatan dapat dilihat dengan mata kepala. Padahal yang mempunyai mata kepala adalah lebih banyak.”
Dengan perkataan tersebut jelaslah bahwa seorang guru hendaklah mengerjakan apa yang diperintahkan, menjauhi apa yang dilarang dan mengamalkan segala ilmu pengetahuan yang diajarkannya, karena segala aktivitas guru akan menjadi teladan bagi anak didik.
c. Menghormati kode etik guru
“Seorang guru yang memegang salah satu mata pelajaran, sebaiknya jangan menjelek-jelekkan mata pelajaran lainnya.”
Pandangan Al-Ghazali tersebut dalam dunia pendidikan sekarang dikembangkan menjadi kode etik pendidikan dalam arti yang luas, misalnya hubungan guru dengan soal-soal kenegaraan dan hubungan guru dengan jabatan. Dengan demikian, kode etik guru yang telah digariskan oleh Al-Ghazali ratusan tahun yang silam mempunyai relevansi dengan teori-teori pendidikan modern, bahkan dasar-dasar yang telah ditetapkan kini dikem-bangkan secara luas dalam lapangan operaional pendidikan Islam.
Adapun menurut Ag. Soejono, keterampilan guru sebagai berikut:
1. Wajib menemukan pembawaan yang ada pada anak-anak didik dengan berbagai cara seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket, dan sebagainya.
2. Berusaha menolong anak didik mengembangkan pembawaan yang baik dan menekan perkembangan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang.
3. Memperlihatkan kepada anak didik tugas orang dewasa dengan cara memperkenalkan berbagai bidang keahlian, keterampilan, agar anak didik memilihnya dengan tepat.
4. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkem-bangan anak didik berjalan dengan baik.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala anak didik menemui kesulitan dalam mengembangkan potensinya.
Kompetensi guru berkaitan dengan profesionalisme, yaitu guru yang profesional adalah guru yang kompeten (berkemampuan). Karena itu, kompetensi profosionalisme dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Dengan kata lain, kompetensi adalah pemilikan penguasaan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang.
Guru merupakan pendidik formal di sekolah yang bertugas membelajarkan siswa-siswanya sehingga memperoleh berbagai pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang semakin sempurna kedewasaan atau pribadinya. Karena itulah, guru terikat dengan sepuluh kemampuan dasar, yaitu (1) menguasai bahan, (2) mengelola program belajar mengajar, (3) mengelola kelas, (4) menguasai media atau sumber belajar, (5) menguasai landasan kependidikan, (6) mengelola interaksi belajar mengajar, (7) menilai prestasi siswa, (8) mengenal fungsi dan program bimbingan penyuluhan, (9) mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah, serta (10) memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian untuk keperluan pendidikan dan pengajaran.
Adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga guru antara lain:
a. Kompetensi profesional, artinya guru harus memiliki pengetahuan yang luas dari subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi dalam arti memiliki konsep teoritis mampu memilih metode dalam proses belajar mengajar.
b. Kompetensi personal, artinya sikap kepribadian yang mantap sehingga mampu menjadi sumber intensifikasi bagi subjek. Dalam hal ini berarti memiliki kepribadian yang pantas diteladani, mampu melaksanakan kepemimpinan seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara, yaitu “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”.
c. Kompetensi sosial, artinya guru harus menunjukkan atau mampu berinteraksi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama guru dan kepala sekolah, bahkan dengan masyarakat luas.
d. Kompetensi untuk melakukan pelajaran yang sebaik-baiknya yang berarti mengutamakan nilai-nilai moral dan nilai material.
4. Guru yang Ideal
Secara umum guru harus memenuhi dua kategori yaitu memiliki capability dan loyality, yakni guru harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi, dan memiliki loyalitas keguruan , yakni loyal terhadap tugas-tugas keguruan. Menurut Peter G. Beidler yang dikutip Dede Rosyada terdapat sepuluh kriteria guru yang baik:
a. Seorang guru yang baik harus benar-benar berkeinginan untuk menjadi guru yang baik. Guru yang baik harus mencoba, dan terus mencoba, dan biarkan siswa-siswa tahu dengan usaha mencoba tersebut, dan bahkan guru juga sangat menghargai siswanya yang senantiasa melakukan percobaan, walaupun para siswa tidak pernah sukses dalam apa yang mereka kerjakan. Dengan demikian, para siswa akan menghargai guru, walaupun sebagai guru sangat mungkin tidak sebaik yang diinginkan.
b. Seorang guru yang baik berani mengambil risiko, berani menyusun tujuan yang sangat muluk, dan berjuang untuk mencapainya.
c. Seorang guru yang baik memiliki sikap yang positif. Seorang guru tidak boleh sinis dengan pekerjaannya, harus bangga dengan profesinya.
d. Seorang guru yang baik tidak punya waktu yang cukup. Guru yang baik tidak punya waktu untuk bersantai, waktunya habis untuk memberikan pelayanan terbaik untuk siswa-siswanya.
e. Guru yang baik berpikir bahwa mengajar adalah sebuah tugas menjadi orang tua siswa, yakni bahwa guru punya tanggung jawab terhadap siswa sama dengan tanggung jawab terhadap putra-putrinya sendiri dalam batas-batas kompetensi keguruan, yakni guru punya otoritas untuk mengarahkan siswanya sesuai dengan kemampuannya.
f. Guru yang baik harus selalu mencoba membuat siswanya percaya diri, karena tidak semua siswa memiliki rasa percaya diri yang seimbang dengan prestasinya.
g. Seorang guru yang baik juga selalu membuat posisi tidak seimbang antara siswa dengan dirinya, yakni dia selalu menciptakan jarak antara kemampuan-nya dengan kemampuan siswanya, sehingga siswa-siswa senantiasa sadar bahwa perjalanan menggapai kompetensinya masih panjang, dan membuat siswa-siswa terus berusaha untuk menutupi berbeagai kelemahannya dengan melakukan berbagai kegiatan dan menambah pengalaman ilmunya.
h. Seorang guru yang baik selalu mencoba memacu siswa-siswanya untuk hidup mandiri, lebih independen, khususnya untuk sekolah-sekolah menengah atao college, mereka harus sudah mulai dimotivasi untuk mandiri dan independen.
i. Seorang guru yang baik tidak percaya penuh terhadap evaluasi yang diberi-kan siswanya, karena evaluasi mereka terhadap gurunya bisa tidak objektif, walaupun pernyataan-pernyataan siswa penting sebagai informasi, namun tidak sepenuhnya harus dijadikan patokan untuk mengukur kinerja keguruannya.
j. Seorang guru yang baik senantiasa mendengarkan terhadap pernyataan-pernyataan siswanya, yakni guru itu harus aspiratif mendengarkan dengan bijak permintaan-permintaan siswa-siswanya, kritik-kritik siswanya, serta berbagai saran yang disampaikan.
Sedangkan menurut Imam Ghazali mengenai deskripsi guru yang ideal yakni:
a. Guru harus mencintai muridnya seperti mencintai anak kandungnya sendiri.
b. Guru jangan mengharapkan materi (upah) sebagai tujuan utama dari peker-jaannya (mengajar), karena mengajar adalah tugas yang diwariskan oleh Nabi Muhammad saw sedangkan upahnya adalah terletak pada terbentuknya anak didik yang mengamalkan ilmu yang diajarkannya.
c. Guru harus mengingatkan muridnya agar tujuannya dalam menuntut ilmu bukan untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan pribadi, tetapi untuk mendekatkan diri kepada Allah.
d. Guru harus mendorong muridnya agar mencari ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang membawa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
e. Di hadapan muridnya, guru harus memberikan contoh yang baik, seperti berjiwa halus, sopan, lapang dada, murah hati dan berakhlak terpuji lainnya.
f. Guru harus mengajarkan pelajaran yang sesuai dengan tingkat intelektual dan daya tangkap anak didiknya.
g. Guru harus mengamalkan yang diajarkannya, karena ia menjadi idola di mata anak muridnya.
h. Guru harus memahami minat, bakat dan jiwa anak didiknya, sehingga di samping tidak akan salah dalam mendidik, juga akan terjalin hubungan yang akrab dan baik antara guru dengan anak didiknya.
i. Guru harus dapat menanamkan keimanan ke dalam pribadi anak didiknya, sehingga akal pikiran anak didik tersebut akan dijiwai oleh keimanan itu.
Jika tipe ideal guru yang dikehendaki Al-Ghazali tersebut di atas dilihat dari perspektif guru sebagai profesi nampak diarahkan pada aspek moral dan kepribadian guru, sedangkan aspek keahlian, profesi dan penguasaan terhadap materi yang diajarkan dan metode yang harus dikuasainya nampak kurang diperhatikan. Hal ini dapat dimengerti, karena paradigma (cara pandang) yang digunakan untuk menentukan guru tersebut adalah paradigma tasawuf yang menempatkan guru sebagai figur sentral, idola, bahkan mempunyai kekuatan spiritual, di mana sang murid sangat bergantung kepadanya. Dengan posisi seperti ini nampak guru memegang peranan penting dalam pendidikan. Hal ini mungkin kurang sejalan lagi dengan pola dan pendekatan dalam pendidikan yang diterapkan pada masyarakat modern saat ini. Posisi guru dalam pendidikan modern saat ini bukan merupakan satu-satunya agen ilmu pengetahuan dan informasi, karena ilmu pengetahuan dan informasi sudah dikuasai bukan hanya oleh guru, melainkan oleh peralatan teknologi penyimpan data dan sebagainya.
Tipe ideal guru yang dikemukakan Al-Ghazali yang demikian sarat dengan norma akhlak itu, masih dianggap relevan jika tidak dianggap hanya itu satu-satunya model, melainkan jika dilengkapi dengan persyaratan yang lebih bersifat persyaratan akademis dan profesi. Guru yang ideal di masa sekarang adalah guru yang memiliki persyaratan kepribadian sebagaimana dikemukakan Al-Ghazali dan persyaratan akademis dan profesional.


BAB III
PENUTUP
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa:
Syarat-syarat menjadi pendidik di antaranya:
1. Harus sudah dewasa
2. Kemampuan mengajar
3. Sehat jasmani dan rohani
4. Harus berdedikasi tinggi
Selain itu, keterampilan-keterampilan yang harus dikuasai pendidik:
1. Mengikuti jejak Rasulullah
2. Menghormati kode etik guru
3. Menjadi teladan bagi anak didik
4. Mengetahui karakter murid, dan lain-lain.
Adapun gambaran tentang guru yang ideal sangat beragam, di antaranya menurut Imam Al-Ghazali dan menurut Peter G. Beidler.



















DAFTAR PUSTAKA
Langgulung, Hasan. 2001. Pendidikan Islam dalam Abad ke-21. Jakarta: PT Al-Husna Zikra
Nata, Abuddin.1997. Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu
Rosyadi, Khoiron. 2004. Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Tafsir, Ahmad. 1992. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Hamzah, B. Uro. 2007. Profesi Kependidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara

2010/12/30

LUCU YA.......



oleh OktaVie
1. Lucu ya...susah banget baca AlQuran 1 juz saja, tapi baca novel best seller 100 halamanpun habis dilalap.

2. Lucu ya...uang Rp 10.000,- kelihatan begitu besar bila dibawa ke kotak amal masjid, tapi begitu kecil bila kita bawa ke supermarket

3. Lucu ya...45 menit terasa terlalu lama untuk berdzikir, tapi betapa pendeknya waktu itu untuk pertandingan liga Italia

4. Lucu ya... betapa lamanya 2 jam berada di masjid, tapi betapa cepatnya 2 jam berlalu saat menikmati pemutara film di bioskop

5. Lucu ya.... susah merangkai kata untuk dipanjatkan saat berdoa/shalat tapi betapa mudahnya cari obrolan bila kita bertemu teman

6. Lucu ya...orang-orang pada berebut paling depan untuk nonton bola/konser tapi berebut cari shaf paling belakang bila shalat agar bisa cepet keluar

7. Lucu ya...kita perlu undangan pengajian 3-4 minggu sebelumnya agar bisa disiapkan diagenda kita, tapi untuk acara lain jadwal kita gampang diubah seketika

8. Lucu ya....betapa serunya perpanjangan waktu dipertandingan bola favorit kita, tapi betapa bosannya bila imam shalat kelamaan bacaannya

9. Lucu ya....susahnya orang mengajak partisipasi untuk dakwah, tapi mudahnya orang mengajak partisipasi menyebar gosip

10. Lucu ya...kita begitu percaya pada yang dikatakan koran, tapi kita sendiri sering mempertanyakan apa yanag dikatakan AlQur'an

11. Lucu ya....kita bisa mengirim ribuan jokes lewat email, tapi bila mengirim yang berkaitan dengan ibadah sering mesti berpikir dua kali

ISTIMEWANYA WANITA ISLAM

Oleh : OktaVie

Kaum feminis bilang susah jadi wanita Islam, lihat saja peraturan dibawah ini:
1. Wanita auratnya lebih susah dijaga berbanding dengan lelaki
2. Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya
3. Wanita sangsinya kurang sebanding dengan lelaki
4. Wanita menerima warisan kurang dari lelaki
5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung dan melahirkan
6. Wanita wajib taat pada suaminya tetapi suami tak perlu taat pad istrinya
7. Talak terletak ditangan suami dan bukan isteri
8. Wanita kurang dalam beribadah karena masalah haid dan nifas yang tak ada pada lelaki
Makanya mereka nggak capek-capeknya berpromosi untuk "Memerdekakan Wanita Islam". Padahal, pernahkah kita melihat sebaliknya/ kenyataannya?
a. Benda yang mahal harganya akan dijaga dan dibelai serta disimpan ditempat yang teraman dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak akan dibiarkan berserak bukan?seperti itu juga aurat seorang wanita tidak akan di umbar kepada khalayak umum dengan seenaknya kan...

b. Wanita memang perlu taat kepada suaminya, TETAPI lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama daripada bapaknya. Bukankah ibu adalah seorang WANITA?

c. Wanita menerima warisan kurang dari lelaki TETAPI harta itu menjadi milik pribadinya dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, akan TETAPI manakala lelaki menerima warisan perlu menggunakan hartanya untuk istri dan anak2nya.

D. Wanita perlu bersusah payah mengandung dan melahirkan anak, tetapi setiap saat dia di doakan oleh segala makhluk: malaikat dan seluruh makhluk Allah dimuka bumi ini, dan matinya jika melahirkan adalah syahid!

e. Diakherat kelak seorang lelaki akan dimintai tanggung jawabnya terhadap 4 wanita ini: istrinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya. TETAPI seorang wanita hidupnya/tanggungjawabnya ditanggung oleh 4 orang lelaki ini: suaminya, ayahnya, anak lelakinya, dan saudara lelakinya

f. Seorang wanita boleh memasuki pintu surga melalui pintu2 surga yang disukainya cukup dengan 4 syarat saja:
1. sembahyang 5 waktu
2. Puasa dibulan Ramadhan
3. taat pada suaminya dan,
4. menjaga kehormatannya

g. Seorang lelaki perlu pergi berjihad fisabilillah tetapi wanita jika taat akan suaminya serta menunaikan tanggung jawabnya kepada Allah akan turut menerima pahala seperti pahala orang pergi berperang fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata

Masya Allah...demikian sayangnya Allah pada wanita!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!